Software Iklan Baris Massal

Minggu, Juli 10, 2011

DALIL POLIANDRI MENURUT ISLAM

Belakangan ini selain kasus Poligami ,mulai marak pula kasus Poliandri. Seorang istri yang menikah lagi dengan lelaki lain atas ataupun tanpa persetujuan suami pertamanya.Istri yang tidak puas dengan masalah ekonomi dalam rumah tangganya atau istri yang kurang dapat perhatian dari suami pertamanya kemudian menikah lagi dengan lelaki lain baik secara syah mauppun secara siri.

Apa sih Poliandri itu? Poliandri adalah pernikahan seorang perempuan dengan lebih dari satu suami (Lihat : http://en.wikipedia.org/wiki/Polygyny).
Hukum poliandri adalah haram berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Dalil Al-Qur`an, adalah firman Allah SWT :

“dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki.” (QS An-Nisaa` [4] : 24)

Ayat di atas yang berbunyi “wal muhshanaat min al-nisaa` illa maa malakat aymaanukum” menunjukkan bahwa salah satu kategori wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki, adalah wanita yang sudah bersuami, yang dalam ayat di atas disebut al-muhshanaat.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata dalam an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (Beirut : Darul Ummah, 2003) hal. 119 : “Diharamkan menikahi wanita-wanita yang bersuami. Allah menamakan mereka dengan al-muhshanaat karena mereka menjaga [ahshana] farji-farji (kemaluan) mereka dengan menikah.”

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa kata muhshanaat yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah bermakna wanita merdeka (al-haraa`ir), tetapi wanita yang bersuami (dzawaatul azwaaj) (Al-Umm, Juz V/134).



Imam Syafi’i menafsirkan ayat di atas lebih jauh dengan mengatakan :

“Wanita-wanita yang bersuami –baik wanita merdeka atau budak— diharamkan atas selain suami-suami mereka, hingga suami-suami mereka berpisah dengan mereka karena kematian, cerai, atau fasakh nikah, kecuali as-sabaayaa (yaitu budak-budak perempuan yang dimiliki karena perang, yang suaminya tidak ikut tertawan bersamanya)… (bi-anna dzawaat al-azwaaj min al-ahraar wa al-imaa` muharramaatun ‘ala ghairi azwaajihinna hatta yufaariquhunna azwajuhunna bi-mautin aw furqati thalaaqin, aw faskhi nikahin illa as-sabaayaa…) (Imam Syafi’i, Ahkamul Qur`an, Beirut : Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1985, Juz I/184).

Jelaslah bahwa wanita yang bersuami, haram dinikahi oleh laki-laki lain. Dengan kata lain, ayat di atas merupakan dalil al-Qur`an atas haramnya poliandri.

Adapun dalil As-Sunnah, bahwa Nabi SAW telah bersabda :

“Siapa saja wanita yang dinikahkan oleh dua orang wali, maka [pernikahan yang sah] wanita itu adalah bagi [wali] yang pertama dari keduanya.” (ayyumaa `mra`atin zawwajahaa waliyaani fa-hiya lil al-awwali minhumaa) (HR Ahmad, dan dinilai hasan oleh Tirmidzi) (Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, hadits no. 2185; Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz III/123).

Hadits di atas secara manthuq (tersurat) menunjukkan bahwa jika dua orang wali menikahkan seorang wanita dengan dua orang laki-laki secara berurutan, maka yang dianggap sah adalah akad nikah yang dilakukan oleh wali yang pertama (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz III/123).

Berdasarkan dalalatul iqtidha`1), hadits tersebut juga menunjukkan bahwa tidaklah sah pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu orang suami saja.

Makna (dalalah) ini –yakni tidak sahnya pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu suami saja – merupakan makna yang dituntut (iqtidha`) dari manthuq hadits, agar makna manthuq itu benar secara syara’. Maka kami katakan bahwa dalalatul iqtidha` hadits di atas menunjukkan haramnya poliandri.

Dengan demikian, jelaslah bahwa poliandri haram hukumnya atas wanita muslimah berdasarkan dalil-dalil al-Qur`an dan As-Sunnah yang telah kami sebutkan di atas. Wallahu a’lam [ ] konsultasi wordpress.com

Perlu kita ketahui bahwa Islam melarang seorang wanita untuk menikahi lebih dari satu pria bukan semata-mata untuk melindungi anak keturunan manusia namun ada banyak hikmah dibalik itu. Hikmah itu diketahui oleh sebagian orang tapi banyak juga yang belum mengetahuinya. Oleh karena itu meskipun memang bisa diketahui siapa bapak dari anak yang dilahirkan melalui pengujian DNA tetap saja hal itu tidak merubah hukum yang ada karena beberapa sebab.

Jika seorang wanita sibuk untuk mengurusi lebih dari seorang suami maka suami yang manakah yang harus ia taati mengingat setiap manusia memiliki perbedaan sifat dan karakter? Misalkan salah seorang suami ingin bepergian dan suami yang lainnya ingin tetap tinggal di rumah lalu misalkan salah seorang suami ingin berhubungan intim dengan istrinya pada jam-jam tertentu sedangkan suami lainnya juga 'pas' ingin berhubungan intim pada waktu yang sama. Atau salah seorang suami suka dengan makanan yang panas sedangkan suaminya yang lain suka dengan makanan yang dingin dan begitu pun dengan masalah-masalah lainnya.

Bisakah kita hidup dengan situasi yang seperti disebutkan diatas? Sebagai tambahan sang istri harus memenuhi kewajibannya kepada suami-suaminya baik itu untuk berhubungan intim ataupun yang lainnya. Jika kita perkirakan dari beberapa suami itu menginginkan sesuatu yang sama (berhubungan badan) dari istrinya bagaimana mungkin sang istri dapat memenuhinya?

Jika si istri dihamili oleh salah seorang suaminya dan lalu suaminya yang lain berhubungan intim dengan dia maka suaminya yang lain itu telah melakukan perbuatan yang haram dimana Nabi Muhammad sallallaahu `alayhi wa sallam ( may Allaah exalt his mention ) memperingatkan: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyirami dengan airnya ladang orang lain." (HR Abu Daud dan at- Tirmidzy)

Dan satu lagi tambahan bahwa jika seorang wanita memiliki lebih dari satu suami maka akan tidak aman dari penyebaran penyakit seperti AIDS dan penyakit-penyakit lainnya.

Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui mana yang terbaik.

Sumber: Islamweb.net

Sebagai seorang muslimah yang baik.. jauhkanlah diri kita dari hal hal yang diharamkan oleh agama.Semoga kita termasuk dalam golongan istri istri yang soleha. amin

Tidak ada komentar: